Growth Festival 2021 resmi ditutup oleh Inkubasi Bisnis dan Inovasi Bersama Universitas Islam Indonesia (IBISMA UII) pada Kamis (21/10). Acara Growth festival telah dilaksanakan selama 5 hari. Wakil Rektor IV, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D. dalam sambutannya menjelaskan mengenai Growth Festival yang merupakan sebuah event tahunan diselenggarakan oleh IBISMA Direktorat Simpul Tumbuh, salah satu direktorat di UII yang memegang mandat untuk mengembangkan wirausaha bagi civitas akademika khususnya di UII. Hal tersebut tidak hanya terbatas kepada mahasiswa tetapi juga dosen, tendik, dan masyarakat umum sebab penguatan entrepreneur mindset dari lulusan akan sulit diwujudkan tanpa ekosistem yang mendukung. Growth Festival yang khas UII ini menjadi salah satu ajang untuk belajar bersama, mengasah dan mempertajam entrepreneur mindset melalui berbagai forum diskusi dan lokakarya yang diselenggarakan selama kurun waktu 5 hari dengan mengusung tema “Scaling Deep to Scaling Up” yang terbuka untuk masyarakat umum.
“Kami berharap tahun depan situasi pandemi sudah jauh lebih berkurang sehingga memungkinkan kembali menyelenggarakan Growth Festival secara luring atau kombinasi luring dan daring sehingga pengalaman yang diperoleh dapat lebih dalam dirasakan oleh peserta festival,” harapnya. Ir. Wiryono juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua peserta yang telah berpartisipasi aktif dalam event tahunan ini, teman-teman pengelola IBISMA dan Direktorat Kemitraan UII yang telah mengelola event ini dengan sangat baik serta terima kasih kepada narasumber yang telah mewakafkan ilmu dan pengalamannya.
Dilanjutkan keynote speech oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D., IPM., ASEAN Eng. Topik dalam bahasan kali ini adalah desain pembelajaran lintas prodi (Merdeka Belajar) dan lintas batas (Kedaireka). Ini merupakan salah satu topik yang menarik bagaimana kita mendesain pembelajaran lintas prodi melalui semangat merdeka belajar dan lintas institusi kedaireka.
Dunia berubah dengan sangat cepat sementara perguruan tinggi sejak merdeka hingga sekarang institusi dan pembelajarannya masih sama terkotak-kotak di dalam program studi. Jika mahasiswa masuk ke dalam suatu program studi, maka tidak boleh lagi menengok kanan kiri. Industri sudah terdistrupsi akibat kemajuan ilmu dan teknologi, memasuki era revolusi industri ke empat. Di mana jejaring dan lintas keilmuan, kemudian problem solving tidak lagi bisa diselesaikan secara linier, namun secara kolaboratif lintas keilmuan dan lintas disiplin.
Revolosi industri ke empat pada dasarnya menghubungkan titik simpul dunia nyata maupun dunia maya ke dalam suatu sistem industri raksasa. Menghubungkan antara komponen-komponen menjadi satu kesatuan dan menghubungkan antara pengetahuan satu dengan yang lain ke dalam satu kesatuan solusi atas permasalahan yang semakin kompleks. “Karenanya cara kita mendidik di era revolusi industri ke empat ini juga harusnya berubah secara distrupsi dan signifikan, untuk tidak lagi berada dalam ruang sempit tetapi memberikan ruang seluas-luasnya untuk mengembangkan potensinya melalu berbagai sumber dan tempat belajar,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya kurikulum ke depan haruslah di desain secara kokoh di pondasinya dengan cabang-cabang kompetensi yang seluas mungkin untuk memberikan ruang bagi mahasiswa dalam mengembangkan potensinya dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dunia kerja.
Melalui kurikulum yang fleksibel semacam itu, maka SDM itu akan juga agile, fleksibel, adaptif dengan perubahan. “Kita harus ubah mindset kita sehingga fakta saat ini 90% lebih industri kita berbasis pada lisensi asing, ketergantungan kita pada bahan dan alat impor itu pelan-pelan akan kita atasi, dengan fokus riset kita ditarik oleh kebutuhan di dunia industri di masyarakat inilah platform kedaireka kita luncurkan untuk menggandengkan betul pengembangan riset di perguruan tinggi agenda pembangunan masyarakat, dan hasil riset perguruan tinggi akan menghilir ke masyarakat, pemerintah, dan industri,” ungkapnya.
Prof. Nizam juga menyampaikan harapannya semoga dapat dirumuskan terobosan pemikiran untuk keluar dari zona nyaman menuju kemajuan. Perubahaan memang selalu tidak nyaman, tetapi setiap kemajuan membutuhkan perubahan, tanpa perubahaan tidak ada kemajuan dan yang tersisa adalah stagnasi.
Selanjutnya sesi webinar dan talkshow yang dipandu oleh Wakil Kepala IBISMA UII Bagus Panuntun, S.E., M.BA. Webinar dengan tema Capstone Entrepreneurship untuk Optimalisasi Kompetensi Mahasiswa dan Luaran Inovasi yang disampaikan oleh Dr. Ir. Arif Wismadi, M.Sc. Pada kesempatan kali ini Bapak Arif menyampaikan bahwa para pelaku usaha harus selalu bisa berinovasi agar bisa berkembang, jangan hanya menjual kembali barang milik orang lain. Dalam hal ini, UII memfasilitasi mahasiswa dalam berwirausaha melalui program Capstone Entrepreneurship.
Kemudian talkshow Medical-Tech Capstone Entrepreneurship Insight bersama Inventor ALGIST Firdaus, S.T., M.T., Ph.D. dan CEO Startup ALGIST Hasyim Abdullah. Pada sesi ini, Hasyim menceritakan awal mula lahirnya ALGIST atau Alarm Gas Medis. Mulai mengikuti program dana hibah, bergabung ke inkubator IBISMA, hingga presentasi ke pihak Kementerian untuk menjalin kerja sama. “Untuk membuat produk teknologi yang bagus dan bisa diterima pasar, menurut saya ada tiga hal yang harus berkolaborasi dengan baik, yaitu pemerintah, industri, dan akademisi,” ujar Hasyim.
Inventor ALGIST juga menceritakan awal mula dapat bergabung dengan ALGIST karea ini memang fokus di bidang IoT selaras dengan risetnya. “Dalam melakukan pengembangan produknya tidak hanya memikirkan fungsi produk saja, tetapi juga mengeksplor alternatif solusi dengan mempertimbangkan harga. Kemudian, regulasi sangat perlu diperhatikan, keawetan produk, dan sesuai dengan demand dan riset pasar yang telah dilakukan,” jelas Firdaus. Saat ini, produk ALGIST juga telah masuk ke dalam e-Katalog pemerintah untuk dijual ke rumah sakit di Indonesia.