,

Resiliensi terhadap Bencana

Dr. phil. Qurotul Uyun, M. Si. Psikolog

Bencana alam banyak terjadi  di Indonesia akhir-akhir ini, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor,  puting beliung, gelombang pasang, dan kebakaran hutan.  BNPB melaporkan bahwa ada 263 bencana yang terjadi selama tahun 2021. Sebaran kejadian bencana alam   selama bulan Januari 2021, meliputi hampir seluruh pulau. Sumber tersebut menyatakan juga bahwa dampak bencana dalam periode waktu itu adalah 191 orang meninggal dunia, 1 548 173 orang mengungsi, 12 042 orang mengalami luka-luka,  dan 9 orang hilang. Dampak bencana tersebut menimbulkan kerusakan rumah sebanyak 36534 rumah, dengan ragam kerusakan dari ringan, sedan, sampai berat.  

 Bencana dapat berdampak kepada berbagai aspek kehidupan.  Sejalan dengan kerugian sosial dan ekonomi, individu dan komunitas mengalami ketidakstabilan mental yang dapat memicu Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), kecemasan dan depresi pada populasi yang terkena bencana (Makwana, 2019). Pada umumnya bencana diukur dengan biaya kerusakan sosial dan ekonomi, tetapi tidak ada bandingannya dengan penderitaan emosional yang dialami seseorang pascabencana. Secara psikologis hampir semua orang akan mengalami stres setelah kejadian bencana hebat seperti gempa bumi. Keadaan stres pascabencana merupakan sesuatu yang normal, jika tidak menjadi depresi berkepanjangan. Sebagian di antara korban akan pulih kembali dalam beberapa minggu,  beberapa bulan, tetapi ada yang beberapa tahun.  Setelah 4 (empat) bulan terjadinya bencana dapat dketahui  seberapa besar pengaruh bencana tersebut dalam diri individu. Beberapa di antara  penyintas yang kehilangan keluarganya pada saat tsunami mesih mengalami kedukaan selama lebi dari 4 bulan. Meskipun penyintas tersebut tidak sampai kehilangan kesadaran diri, akan tetapi masih memiliki rasa bersalah karena tidak mampu menolong keluarganya.  Perasaan bersalah tersebut merupakan salah satu gejala posttraumatic stress disorder (PTSD). 

Menurut skala Rahe dan Holmes, peristiwa kehilangan orang yang dicintai merupakan bentuk tekanan hidup yang terbesar (Nevid dkk, 1997), sehingga sebagian besar orang mengalami stres berat saat kehilangan orang yang dicintainya, apa lagi secara tidak terduga seperti bencana alam.  Namun demikian ada faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan individu untuk bangkit lagi setelah mengalami tekanan hidup yang hebat. Jika ada sebagian orang  mampu bangkit lagi, dan sebagian lain tidak mampu, maka ada faktor penting yang mempengaruhinya. Menurut model yang dikemukakan Keane & Barlow, terjadinya posttraumatic stress disorder dijembatani oleh dukungan sosial dan kemampuan untuk mengatasi masalah (coping) (Barlow & Durand, 2002).  Kemampuan untuk mengatasi masalah merupakan bagian dari  faktor resiliensi .

Sumber:

https://drive.google.com/file/d/10EYc51YeR5sj2HuT3iZcDOEa92bhYqP6/view?usp=sharing