Strategi menuju Kampus Wirausaha Islami
Wawancara Imaginer dengan Dr. Ir. Arif Wismadi, M.Sc, Direktur Pembinaan dan Pengembangan Kewirausaahan/Simpul Tumbuh, Universitas Islam Indonesia “Strategi menuju Kampus Wirausaha Islami” Amsterdam, awal Mei 2025 Pertanyaan 1: Assalamu’alaikum Pak Arif, mohon bisa diberikan gambaran singkat mengenai tantangan yang dihadapi dan terobosan untuk pengembangan kewirausahaan berbasih kampus yang dilakukan berlandaskan nilai-nilai keIslaman, khususnya dengan pembelajaran strategi di UII. Jawaban: Dalam implementasi Rencana Strategis sejak awal saya menjadi Direktur dulu, pada periode 2018, untuk transisi menuju Entrepreneurial University, semua kampus di tahun pandemi sebaimana UII mengalami tantangan. Tidak hanya karena pandemi, namun juga implikasi perubahan mindset, tata kelola, tata pamong dan etos kerja karena transisi yang dijalankan. Terobosan hanya akan bermakna jika dapat menyelesaikan problem yang bersifat inventive, dimana di dalamnya ada kontradiksi dan konflik yang pada akhirnya dua atau lebih kepentingan yang berbeda dapat diselesaikan, bukan dengan pendekatan kompromi atau mengorbankan salah satunya. Sebagai refleksi dalam masa Pandemic Covid dulu beberapa problem-inventif yang berhasil diselesaikan di antaranya adalah: Pandemi COVID-19, mengutamakan ekonomi vs kesehatan. Dengan kaidah fikih “dar’u al mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih” melalui digitalisasi dicapai jumlah pelayanan kewirausahaan lebih banyak, bahkan menjangkau negara-negara ASEAN[1]. Dalam tuntutan adaptasi kelembagaan kewirausahaan yang kuat (struktural) vs luwes (ad-hoc) diperlukan strategi yang tepat. Maka dengan panduan جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ … ((QS. al-Baqarah: 143) kontradiksi ini dapat diselesaikan dengan menetapkan entitas “fungsional” yang kuat berkewenangan, taat aturan namun juga responsif. Spin-off hasil inovasi yang telah matang dihadapkan pada tuntutan pengelolaan hak ekonomi vs hak moral yang tepat. Dengan dasar QS. al-Mujadalah 58: 11: … يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ kontradiksi ini diselesaikan dengan kontrak lisensi yang menempatkan para inventor dalam derajat yang tinggi, pada hak moral maupun ekonomi untuk Hak Kekayaan Intelektual yang dihasilkan SDM kita sering dihadapkan pada dilemma yaitu Dosen-Peneliti-Inventor VS wirausahawan, maksudnya agar akademisi tetap fokus tidak terganggu oleh kesibukan baru berwirausaha maka empat sifat Nabi Muhammad saw. (Siddiq, Fathonah, Amanah, Tabligh) ditegakkan melalui skema proteksi, lisensi HKI dan fasilitasi hilirisasi. Penerimaan hasil hilirisasi inovasi, dihadapkan pada risiko beban pajak yayasan vs tuntutan nilai finansial hasil komersialisai invensi sebagai faktor penting pemeringkatan dunia. Penyelesaian kontradiksi tersebut didekati dengan peringatan dalam QS. al-Mutaffifin (83: 1-36) tentang orang-orang yang curang. Market-place: riuhnya pasar dengan muslihat vs pentingnya pasar untuk hilirisasi produk inovasi. Kembali empat sifat dasar (Siddiq, Fathonah, Amanah, Tabligh) yang merupakan pondasi dasar ekonomi Islam diterapkan melalui pembentukan lembaga PEIAB yang telah berdiri pada tahun 2024 kemarin, yang berkedudukan di Fakultas Hukum sebagai Technology Transfer Office (TTO) dan Technology Commercialization Office (TCO) untuk mengawal transaksi dan membentuk 4 sifat dasar penting tersebut. Product marketing: uji pasar vs penetrasi pasar. Diharamkannya menjual barang yang tidak sempurna (dalam hal ini masih dalam tahap validasi pasar agar dikenali ‘cacat’ yang tidak disengaja) dan tuntunan pembelajaran bertansaksi produk inovasi dapat diselesaikan dengan menggelar microsite marketplace kampus. Market place ini adalah pasar tertutup untuk kalangan internal dalam berbagai tahap kematangan produk, sebelum naik ke marketplace nasional. Pertanyaan 2: Kapan terobosan tersebut diinisiasi dan dilaksanakan? Jawaban: Digitalisasi Layanan diawali sejak Pandemi COVID-19 memaksa lock-down, kerja dari rumah sementara komitmen dan janji pendampingan harus dilaksanakan[2]. Agar ekonomi vs kesehatan UII berinvestasi untuk memungkinkan adaptasi yang cepat dalam layanan digital. Entitas Fungsional (bukan Struktural) didefinisikan di Simpul Tumbuh untuk menjawab fungsi-fungsi baru dalam transisi menuju Entrepreneurial University. Dengan mandat dan kewenangan yang tepat entitas ini tidak menambah gemuk struktur kelembagaan, efisien dan sangat terbuka untuk mendapatkan sumber daya eksternal. Kontrak Spin-off untuk hasil inovasi yang telah matang telah digagas sejak tahun 2020 dengan mencari proporsi tepat untuk pengelolaan hak ekonomi vs hak moral baik antara institusi, inventor dan industri. Prinsip penting yang diterapkan adalah menempatkan para inventor dalam derajat yang tinggi tanpa mengurangi daya saing harga dan kualitas produk. Model Hilirasi Inovasi yang diprioritaskan agar Dosen-Peneliti-Inventor tetap fokus tidak terganggu oleh kesibukan baru berwirausaha ditetapkan melalui benchmark lembaga penelitian lain dan seminar internasional di tahun 2021 dan telah dilaksanakan sebagai format dasar untuk kontrak dengan industri manufaktur. Pengelolaan Penerimaan Inovasi menjadi isu krusial yang telah lama menghambat pendirian usaha di bawah universitas. Secara normatif semua badan usaha ada semestinya di bawah yayasan. Jika ada penerimaan non-SPP termasuk penerimaan komersialisasi hasil inovasi maka NPWP yang digunakan adalah atas nama yayasan, sementara penerimaan finansial dinikmati oleh manufaktur atau unit usahanya. Sejak tahun 2020 berbagai model ditandingkan, baru tahun 2021 model mulai diimplementasikan, khususnya untuk menghindari peringatan dalam Q.S Al Mutaffifin (83: 1-36) – kecurangan – dapat diformulasikan. Pertanyaan 3: Apa yang menjadi latar belakang melakukan terobosan tersebut di atas dan nilai-nilai keislaman yang menjadi panduan terobosan tersebut? Jawaban: Universitas Islam Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk membangun keunggulan akademik bertaraf internasional dan penciptaan dampak nyata bagi masyarakat. Berdasarkan benchmark internasional diketahui bahwa 126 universitas terbaik di dunia mencatatkan ratio alumni yang membuka usaha sendiri setelah kelulusan adalah sebesar 30 – 51%. Hasil tracer study di UII tahun 2017, mengungkap bahwa hanya 4.10% alumni yang berwirausaha. Untuk meningkatkan ratio tersebut UII terinspirasi dari ayat Al-Quran agar bisa menghasilkan produk barang dan jasa inovatif yang terbaik. Surat Ibrahim 14: 24-25 mengingatkan contoh yang diberikan Allah sebagaimana kalimat yang baik adalah yang berakar kuat menghujam ke tanah (mengakar pada nilai-nilai Islami), dahannya menjulang ke langit (inovasi yang tinggi), dan berbuah lebat sepanjang masa atas izin Allah SWT. Untuk mencapai hal itu ikhtiar terobosan dilakukan dengan review kurikulum untuk menyisir hasil pembelajaran yang mengakar pada nilai islami dan kompetensi kewirausahaan yang disyaratkan pada tataran global. Untuk menjulangkan Inovasi, evaluasi dan perubahan mindset pengelolaan perguruan tinggi pada tingkat Program Studi sampai Universitas telah ditindaklanjuti dengan program-program percepatan proses kreasi inovasi. Upaya menghasilkan buah sepanjang tahun telah dilaksanakan UII dengan pembentukan ekosistem inovasi secara struktural, mulai dari tingkat Pimpinan Universitas (pembentukan Wakil Rektor IV Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan), sistem pendukung kelembagaan (pembentukan Direktorat Pembinaan dan Pengembangan Kewirausahaan/Simpul Tumbuh) dan fasilitas kreasi inovasi (menaikkan status inkubator mahasiswa menjadi Inkubasi Bisnis dan Inovasi Bersama/IBISMA) dengan fasilitas fisik, anggaran dan program[3]. Setelah proses implementasi, ratio lulusan yang berwirausaha naik menjadi 15% (S1) dan 14% (S2) bahkan di masa pandemi.